Sejarah asal muasal Satwa liar Kera ekor
panjang (Macaca fascicularis) di Papua
Keberadaan
Satwa liar Kera ekor panjang (Macaca
fascicularis) telah lama diketahui oleh masyarakat di Kota Jayapura. Satwa
liar Kera ekor panjang tersebut merupakan Satwa Eksotik (bukan asli) tetapi
diIntroduksi (didatangkan) dari luar Papua. Ada beberapa teori yang dikemukakan
mengenai sejarah asal usul Satwa liar Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) di Kota Jayapura dan vektor pembawanya antara
lain :
- Angkatan bersenjata Jepang selama Perang
Dunia II (1942-1944)
- Pasukan US dan Sekutunya selama Perang Dunia
II (1944-1946)
- Pemerintah Kolonial Belanda atau stafnya
(1910-1942; (1946-1963)
- Para Transmigran yang dimukimkan di Papua
dari Jawa dan daerah lainnya
di Indonesia (1964-2000)
- Angkatan Bersenjata RI setelah Indonesia
mengambil alih kekuasaan Pemerintahan
Kolonial Belanda (1946- sekarang)
Hasil
penelitian yang dilakukan oleh IPCA (Indo Pacific Conservation Alliance)
bersama UNCEN menyatakan bahwa dari dokumen yang ada sulit
untuk mendapatkan kepastian tentang sumber atau kapan introduksi Kera ekor
panjang Macaca fasicularis di Papua (Neville J Kenp M.Sc dan John Burke
Burnett, 2003)
Di
seluruh dunia terdapat sepuluh subspesies Kera ekor Panjang (Macaca
fascicularis) antara
lain :
Macaca fascicularis
fascicularis
|
: Tersebar luas di
kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia.
|
Macaca fascicularis
fuscus
|
: endemik pulau
Simeulue, Sumatra, Indonesia.
|
Macaca fascicularis
lasiae
|
: endemik pulau Lasia,
Sumatra, Indonesia.
|
Macaca fascicularis tua
|
: endemik pulau
Maratua, Kalimantan, Indonesia.
|
Macaca fascicularis
karimondjawae
|
: endemik pulau
Karimunjawa, Indonesia.
|
Macaca fascicularis
aureus
|
: Bangladesh, Laos,
Myanmar, dan Thailand.
|
Macaca fascicularis
umbrosus
|
: Pulau Nicobar, India.
|
Macaca fascicularis
condorensis
|
: Vietnam.
|
Macaca fascicularis
philippensis
|
: Filipina.
|
Macaca fascicularis
atriceps
|
: Thailand.
|
Karakteristik Fisik Kera ekor panjang (Macaca
fascicularis) di Papua
Karakteristik
fisik Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) di Papua tidak berbeda dengan jenis-jenis lain di
wilayah Indonesia. Warna bulu: bagian paling atas berwarna coklat tua dan
ujung-ujungnya coklat muda keemasan; di bagian bawah berwarna abu-abu muda; dan
bulu ekornya abu-abu tua/coklat; kepala bagian atas (jambul) ujung alis
berwarna hitam. Kulit yang bisa terlihat : berwarna hitam dibagian kaki dan
telinga; moncongnya berwarna merah muda keabu-abuan; kelopak mata biasanya
berwarna merah mudah terang dan kadang-kadang ada bintik-bintik putih di telinga.
(Neville J Kenp M.Sc dan John Burke Burnett, 2003)
Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) hidup berkelompok dengan
jumlah antara 6-100 ekor (Nowaks, 1995). Sementara Bercovitch de Huffman (1999)
menggambarkan pada umumnya kelompok berjumlah antara 20-50 ekor . Dalam kajian
tentang kera di pulau Angaur rata-rata ukuran kelompok mencapai 40-50 ekor
(Poirer dan Smith 1974). Ukuran kelompok kera mencerminkan ketersediaan
makanan, tekanan pemangsa serta mudah tidaknya terpengaruh oleh penyakit.
(Bercovitch and Huffman, 1999). Umumnya Kera ekor panjang (Macaca
fascicularis) memiliki ukuran kelompok yang lebih
besar didalam habitat-habitat yang terganggu aktivitas manusia daripada hutan
primer (Bonadio; Sussman and Tattersall 1986). Hal ini dapat menandakan adanya
kelimpahan makanan yang lebih tinggi (biji,buah, dll) di habitat-habitat yang
terganggu serta akses mudah ke kebun/ladang pertanian yang terletak disepanjang
pinggir hutan.
Kelompok Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) adalah
multi-jantan dan multi-betina dengan seekor jantan yang dominan (alpha male)
dan beberapa ekor betina yang dominan. Individu-individu yang lain merupakan
sub-kelompok yang belum dewasa. Kera betina memiliki suatu ‘’hierarchy matrineal’’
yakni individu-individu betina yang
menduduki ranking lebih tinggi dapat memperoleh makanan yang lebih banyak,
mendapat perlindungan dari jantan-jantan, serta memiliki tingkat kesuburan yang
lebih tinggi daripada yang menduduki tingkat lebih rendah. Ada banyak interaksi
sosial didalam sub-kelompok betina, pengasuhan dan pembentukan ikatan keluarga
dan persekutuan yang terkait dengan hubungan matrineal (garis keturunan
induk betina) (Bonadio, no date).
Berbeda dengan beberapa jenis dalam genus-nya, Kera
ekor panjang (Macaca fascicularis)
berkembangbiak dan melahirkan
anak sepanjang tahun (disebut polyestrous, siklus menstruasi ± 28 hari;
secara alami akan mengalami menopause (Thorndike and Turner, 1998), serta
umumnya individu betina melahirkan 1 atau 2 tahun sekali. Jantan dominan
utamanya kawin/berhubungan pada saat-saat “birahi” (oestrus) (de Ruiter,
1999). Rasio seksual dalam kelompok adalah selalu lebih banyak betinanya,
sementara jantan dewasa muda secara bergilir dikeluarkan dari kelompok. Rasio
betina dibanding jantan tercatat antara 2:1 sampai dengan 5,6:1. Betina-betina
menjadi produktif seksual pada sekitar umur 4 tahun dan dapat hidup sampai
diatas sekitar umur 25 tahun, meskipun umur maksimal dari Kera ekor panjang (Macaca
fascicularis) di
dalam sangkar/laboratorium/habitat nonalami dapat mencapai 37 tahun (Jones,
1982).
Status perlindungan Satwa liar Kera ekor
panjang (Macaca fascicularis)
Konvensi Perdagangan Satwa dan Tumbuhan Liar Dunia
(Consention on International Trade in Endangered Species of Flora and Fauna, CITES)
sudah terdaftar dibawah Appendix II yang mengijinkan diperdagangkan dan
diekspornya hewan-hewan ini secara terkendali (UNEP-WCMC, 2003)
Berdasarkan
SK Dirjen PHPA No. 42/KptsDJ-VI/1993 tanggal 16 April 1993 tentang Penetapan
Jatah Penangkapan/ Pengambiian Tumbuhan dan Satwa Liar /Hasil Tumbuhan dan Satwa
Liar yang Tidak Dilindungi Undang-Undang untuk Perdagangan Internasional yang termasuk
dalam Appendiks CITES periode tahun 1993, jatah tangkap Kera ekor
panjang untuk Indonesia pada tahun 1993 adalah 10.000 ekor.
Untuk
menjaga kelestarian Satwa Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) maka ditetapkan Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor : 26/Kpts-II/1994 tanggal 20 Januari 1994 diantaranya mengatur
pemanfaatan Kera ekor panjang untuk tujuan ekspor harus merupakan hasil
penangkaran. Selain untuk menjaga kelestarian satwa ini, Kera ekor panjang (Macaca
fascicularis) yang ditangkap dari
alam masih harus melalui uji klinis untuk menjamin kesehatannya.
Aspek Positif dan Pemanfaatan Kera ekor
panjang (Macaca fascicularis)
Dihabitat
alam Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) berevolusi dan berkembang bersama dengan jenis yang
lain, dan merupakan bagian integral dari lingkungan. Kebanyakan pemakan buah,
mereka penyebar biji yang efektif baik tanaman asli.
Berkaitan
dengan kepentingan ekonomi, Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan satu sumber
makanan tidak tetap untuk beberapa penduduk asli yang tinggal di dalam hutan, seperti
orang Dayak di Kalimantan dan penduduk Indonesia pedesaan yang lain (Mackie, pers.comm.
2003). Peneliti tidak mendapatkan laporan adanya penduduk Papua yang
menggunakan kera sebagai makanan.
Satwa
ini banyak dimanfaatkan di bidang kedokteran, biomedis, teknologi antariksa dan
lain-lain. Jumlah monyet ekor panjang yang diekspor Indonesia dari tahun 1970 -
1975 mencapai sekitar 86.332 ekor. Kemudian pada tahun 1980 diekspor sebanyak
14.519 ekor (Direktorat PPA, 1981 dalam Mulchtar, 1982).
Adapun
negara-negara pengimpor antara lain Arnerika Serikat, Inggris, Jepang dan
Swedia. Permintaan dunia terhadap monyet ekor panjang mencapai sekitar 35.000
ekor per tahun. Kebutuhan tersebut dipenuhi oleh tiga negara eksportir, yaitu
Indonesia, Philipina dan Malaysia (MacKinnon, 1983 dalam Iskandar, 1992).
Beberapa
Taman Wisata Alam di Bali telah memanfaatkan
satwa liar Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) sebagai obyek wisata, tidak
jarang dijumpai banyak Kera ekor panjang yang dilatih untuk pertunjukan “Topeng
Monyet “. Bahkan ada golongan tertentu yang mengangap Satwa tersebut sebagai hewan suci. (Neville J Kenp M.Sc dan John Burke Burnett,
2003)
Predator (Musuh alami) Kera ekor panjang
(Macaca fascicularis) di
Papua
Secara umum ada beberapa musuh alami Kera
ekor panjang (Macaca fascicularis)
diantaranya
Harimau Tutul (Panthera pardus)
Hoogerwerf (1970) memastikan adanya
pemangsaan kera (serta pada dua jenis monyet / kera yang lain) dengan
ditemukannya rambut pada seluruh sampel kotoran yang diperoleh dari harimau
tutul (Panthera pardus) di Taman Nasional Ujung Kulon, Jawa Barat.
Beruang Madu
Wheatley (1996) juga telah mengamati
adanya pengintaian dan penyerangan (mobbing) terhadap Kera
ekor panjang (Macaca fascicularis)
oleh Beruang.
Ular
Ridley (1906) mencatat bahwa Kera ekor
panjang (Macaca fascicularis)
di pohon bersemak kecil supaya tidak ditemukan oleh
ular pada malam hari.
Khusus di Papua selain manusia dan anjing yang berburu
mereka, tidak ada lagi predator besar yang akan menghabiskan Kera ekor panjang (Macaca
fascicularis) di Papua.
Jenis asli yang berpeluang memangsa kera adalah yang termasuk jenis Boidae
(Jenis-jenis ular Boa/Sanca/Piton), juga ada banyak ular-ular berbisa yang
mungkin bisa meracuni Kera ekor panjang (Macaca fascicularis)
Penyakit
Kera
ekor panjang (Macaca fascicularis)
adalah pembawa sejumlah jenis penyakit yang berpotensi dapat menular
pada manusia (Brown, 1997; Baskin, 1999). Adapun jenis penyakit yang perlu
diwaspadai adalah ancaman rabies dan B-virus (Herpesvirus simiae). Walaupun
hingga saat ini Papua masih bersih dari Rabies hal ini dibuktikan oleh IPCA menangkap
dan mengotopsi 4 ekor di Laboratorium dan Klinik Kesehatan Hewan di Jayapura;
untuk pemerikasaan lebih lanjut mereka mengirim jaringan otak ke Laboratorium
dan Klinik Kesehatan Hewan, Maros, Sulawesi Selatan. Hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa keempat sampel Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) tersebut bebas penyakit
rabies.
Sedangkan
virus–virus lain seperti virus-B, hepatitis, dll.,tidak bisa diperiksa dengan
menggunakan sampel tersebut. Sampel darah juga diambil dari keempat ekor kera
untuk memeriksa infeksi oleh virus dan antibodinya yang ditimbulkan oleh infeksi
dimasa lalu. Tapi sayangnya tidak ada fasilitas-fasilitas di Indonesia yang
bisa dipakai untuk memeriksa virus-virus zoonotik khusus yang bersifat patogen
pada manusia seperti virus- B, hepatitis, dan virus patogen pada manusia
lainnya yang biasa ditemui pada kera (c.f. Brown [1997), Baskin [1999],
disebutkan juga dalam Matsubayashi et al. [1992]).
Pengontrolan Populasi
Ada beberapa Metode yang bisa dipakai
untuk mengontrol Populasi Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) antara lain :
Vaksin Imuno Kontrasepsi Porcine Zona
Pellcide (PZP). PZP adalah vaksin yang
memproduksi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya pembuahan pada mamalia.
Operasi pemandulan Kera jantan
(vasektomisasi)
Menembak, menjebak, meracuni
Hasil Survei Penilaian Persebaran dan Populasi
Lebih dari 400 informan diwawancari oleh IPCA tahun 2003, banyak
dari mereka yang sudah mengetahui Kera ekor panjang dan pernah melihatnya di
sekitar Kotaraja (bagian selatan kota Jayapura). Para informan ini selalu mampu
menggambarkan profil bentuk dan prilaku kera dengan akurat. Tanpa pengecualian,
semua informan memberikan konfirmasi bahwa tidak ada populasi (kelompok) kera
liar yang menyebar dan berkembangbiak diluar daerah Kotaraja.
Berdasarkan pada survei observasi langsung di lapangan dan
wawancara masyarakat, IPCA menyimpulkan dengan tingkat probabilitas tinggi
bahwa semua populasi produktif Kera ekor panjang (Macaca.fascicularis) berada terbatas di daerah
Jayapura. Meskipun telah dilakukan wawancara masyarakat dan survei yang luas
serta berulang-ulang di sekitar daerah Arso, perbatasan Papua New Guinea, Mulia
dan Manokwari, IPCA tidak menemukan bukti adanya populasi kera yang telah
menyebar keluar daerah Kotaraja. Oleh karena itu, kami juga menyimpulkan bahwa kera
belum masuk ke PNG. Ini merupkan bukti bahwa Kera ekor panjang (Macaca.fascicularis) belum
merupakan spesies invasif di Papua, meskipun mereka berpotesial untuk menjadi
spesies yang invasif. (Neville J Kenp M.Sc dan John Burke Burnett, 2003)
Fakta saat ini
Adanya
laporan masyarakat tentang adanya Satwa liar Kera ekor panjang (Macaca.fascicularis) di
wilayah Argapura yang sering datang dan sangat meresahkan warga setempat. Untuk
menghalau kehadiran satwa Kera ekor panjang tersebut masyarakat menggunakan
petasan. Kehadiran Satwa liar Kera ekor panjang (Macaca.fascicularis) sudah tentu
menciptakan konflik dengan manusia. Untuk menanggulangi konflik ini tentunya
berpedoman pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.48/Menhut-II/2008
sebagaiman telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomo : P.53/Menhut-II/2014
tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Antara Manusia dan Satwa