Minggu, 16 Oktober 2016

Kera ekor panjang (Macaca fascicularis), satwa eksotik di Jayapura

 



Sejarah asal muasal Satwa liar Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) di Papua

Keberadaan Satwa liar Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) telah lama diketahui oleh masyarakat di Kota Jayapura. Satwa liar Kera ekor panjang tersebut merupakan Satwa Eksotik  (bukan asli) tetapi diIntroduksi (didatangkan) dari luar Papua. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai sejarah asal usul Satwa liar Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) di Kota Jayapura dan vektor pembawanya antara lain :

-  Angkatan bersenjata Jepang selama Perang Dunia II (1942-1944)
-  Pasukan US dan Sekutunya selama Perang Dunia II (1944-1946)
-  Pemerintah Kolonial Belanda atau stafnya (1910-1942; (1946-1963)
-  Para Transmigran yang dimukimkan di Papua dari Jawa dan daerah lainnya
   di Indonesia (1964-2000)
-  Angkatan Bersenjata RI setelah Indonesia mengambil alih kekuasaan Pemerintahan
   Kolonial Belanda (1946- sekarang)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh IPCA (Indo Pacific Conservation Alliance) bersama UNCEN menyatakan bahwa dari dokumen yang ada sulit untuk mendapatkan kepastian tentang sumber atau kapan introduksi Kera ekor panjang Macaca fasicularis di Papua (Neville J Kenp M.Sc dan John Burke Burnett, 2003)

Di seluruh dunia terdapat sepuluh subspesies Kera ekor Panjang (Macaca fascicularis) antara lain :

Macaca fascicularis fascicularis
: Tersebar luas di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Macaca fascicularis fuscus
: endemik pulau Simeulue, Sumatra, Indonesia.
Macaca fascicularis lasiae
: endemik pulau Lasia, Sumatra, Indonesia.
Macaca fascicularis tua
: endemik pulau Maratua, Kalimantan, Indonesia.
Macaca fascicularis karimondjawae
: endemik pulau Karimunjawa, Indonesia.
Macaca fascicularis aureus
: Bangladesh, Laos, Myanmar, dan Thailand.
Macaca fascicularis umbrosus
: Pulau Nicobar, India.
Macaca fascicularis condorensis
: Vietnam.
Macaca fascicularis philippensis
: Filipina.
Macaca fascicularis atriceps
: Thailand.
                   Sumber : http://www.scribd.com/doc/49092674/11/Morfologi-dan-taksonomi


Karakteristik Fisik Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) di Papua

Karakteristik fisik Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) di Papua tidak berbeda dengan jenis-jenis lain di wilayah Indonesia. Warna bulu: bagian paling atas berwarna coklat tua dan ujung-ujungnya coklat muda keemasan; di bagian bawah berwarna abu-abu muda; dan bulu ekornya abu-abu tua/coklat; kepala bagian atas (jambul) ujung alis berwarna hitam. Kulit yang bisa terlihat : berwarna hitam dibagian kaki dan telinga; moncongnya berwarna merah muda keabu-abuan; kelopak mata biasanya berwarna merah mudah terang dan kadang-kadang ada bintik-bintik putih di telinga. (Neville J Kenp M.Sc dan John Burke Burnett, 2003)

Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) hidup berkelompok dengan jumlah antara 6-100 ekor (Nowaks, 1995). Sementara Bercovitch de Huffman (1999) menggambarkan pada umumnya kelompok berjumlah antara 20-50 ekor . Dalam kajian tentang kera di pulau Angaur rata-rata ukuran kelompok mencapai 40-50 ekor (Poirer dan Smith 1974). Ukuran kelompok kera mencerminkan ketersediaan makanan, tekanan pemangsa serta mudah tidaknya terpengaruh oleh penyakit. (Bercovitch and Huffman, 1999). Umumnya Kera ekor panjang (Macaca fascicularis)  memiliki ukuran kelompok yang lebih besar didalam habitat-habitat yang terganggu aktivitas manusia daripada hutan primer (Bonadio; Sussman and Tattersall 1986). Hal ini dapat menandakan adanya kelimpahan makanan yang lebih tinggi (biji,buah, dll) di habitat-habitat yang terganggu serta akses mudah ke kebun/ladang pertanian yang terletak disepanjang pinggir hutan.

Kelompok Kera ekor panjang (Macaca fascicularis)  adalah multi-jantan dan multi-betina dengan seekor jantan yang dominan (alpha male) dan beberapa ekor betina yang dominan. Individu-individu yang lain merupakan sub-kelompok yang belum dewasa. Kera betina memiliki suatu ‘’hierarchy matrineal’’  yakni individu-individu betina yang menduduki ranking lebih tinggi dapat memperoleh makanan yang lebih banyak, mendapat perlindungan dari jantan-jantan, serta memiliki tingkat kesuburan yang lebih tinggi daripada yang menduduki tingkat lebih rendah. Ada banyak interaksi sosial didalam sub-kelompok betina, pengasuhan dan pembentukan ikatan keluarga dan persekutuan yang terkait dengan hubungan matrineal (garis keturunan induk betina) (Bonadio, no date).

Berbeda dengan beberapa jenis dalam genus-nya, Kera ekor panjang (Macaca fascicularis)  berkembangbiak dan melahirkan anak sepanjang tahun (disebut polyestrous, siklus menstruasi ± 28 hari; secara alami akan mengalami menopause (Thorndike and Turner, 1998), serta umumnya individu betina melahirkan 1 atau 2 tahun sekali. Jantan dominan utamanya kawin/berhubungan pada saat-saat “birahi” (oestrus) (de Ruiter, 1999). Rasio seksual dalam kelompok adalah selalu lebih banyak betinanya, sementara jantan dewasa muda secara bergilir dikeluarkan dari kelompok. Rasio betina dibanding jantan tercatat antara 2:1 sampai dengan 5,6:1. Betina-betina menjadi produktif seksual pada sekitar umur 4 tahun dan dapat hidup sampai diatas sekitar umur 25 tahun, meskipun umur maksimal dari Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) di dalam sangkar/laboratorium/habitat nonalami dapat mencapai 37 tahun (Jones, 1982).


Status perlindungan Satwa liar Kera ekor panjang (Macaca fascicularis)

Konvensi Perdagangan Satwa dan Tumbuhan Liar Dunia (Consention on International Trade in Endangered Species of Flora and Fauna, CITES) sudah terdaftar dibawah Appendix II yang mengijinkan diperdagangkan dan diekspornya hewan-hewan ini secara terkendali (UNEP-WCMC, 2003)

Berdasarkan SK Dirjen PHPA No. 42/KptsDJ-VI/1993 tanggal 16 April 1993 tentang Penetapan Jatah Penangkapan/ Pengambiian Tumbuhan dan Satwa Liar /Hasil Tumbuhan dan Satwa Liar yang Tidak Dilindungi Undang-Undang untuk Perdagangan Internasional yang termasuk dalam Appendiks CITES periode tahun 1993, jatah tangkap Kera ekor panjang untuk Indonesia pada tahun 1993 adalah 10.000 ekor.
Untuk menjaga kelestarian Satwa Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) maka ditetapkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 26/Kpts-II/1994 tanggal 20 Januari 1994 diantaranya mengatur pemanfaatan Kera ekor panjang untuk tujuan ekspor harus merupakan hasil penangkaran. Selain untuk menjaga kelestarian satwa ini, Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang ditangkap dari alam masih harus melalui uji klinis untuk menjamin kesehatannya.  


Aspek Positif dan Pemanfaatan Kera ekor panjang (Macaca fascicularis)

Dihabitat alam Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) berevolusi dan berkembang bersama dengan jenis yang lain, dan merupakan bagian integral dari lingkungan. Kebanyakan pemakan buah, mereka penyebar biji yang efektif baik tanaman asli.

Berkaitan dengan kepentingan ekonomi, Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan satu sumber makanan tidak tetap untuk beberapa penduduk asli yang tinggal di dalam hutan, seperti orang Dayak di Kalimantan dan penduduk Indonesia pedesaan yang lain (Mackie, pers.comm. 2003). Peneliti tidak mendapatkan laporan adanya penduduk Papua yang menggunakan kera sebagai makanan.

Satwa ini banyak dimanfaatkan di bidang kedokteran, biomedis, teknologi antariksa dan lain-lain. Jumlah monyet ekor panjang yang diekspor Indonesia dari tahun 1970 - 1975 mencapai sekitar 86.332 ekor. Kemudian pada tahun 1980 diekspor sebanyak 14.519 ekor (Direktorat PPA, 1981 dalam Mulchtar, 1982).

Adapun negara-negara pengimpor antara lain Arnerika Serikat, Inggris, Jepang dan Swedia. Permintaan dunia terhadap monyet ekor panjang mencapai sekitar 35.000 ekor per tahun. Kebutuhan tersebut dipenuhi oleh tiga negara eksportir, yaitu Indonesia, Philipina dan Malaysia (MacKinnon, 1983 dalam Iskandar, 1992).

Beberapa Taman Wisata Alam  di Bali telah memanfaatkan satwa liar Kera ekor panjang (Macaca fascicularis)  sebagai obyek wisata, tidak jarang dijumpai banyak Kera ekor panjang yang dilatih untuk pertunjukan “Topeng Monyet “. Bahkan ada golongan tertentu yang mengangap  Satwa tersebut sebagai hewan suci.  (Neville J Kenp M.Sc dan John Burke Burnett, 2003)


Predator (Musuh alami) Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) di Papua

Secara umum ada beberapa musuh alami Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) diantaranya

Harimau Tutul (Panthera pardus)
Hoogerwerf (1970) memastikan adanya pemangsaan kera (serta pada dua jenis monyet / kera yang lain) dengan ditemukannya rambut pada seluruh sampel kotoran yang diperoleh dari harimau tutul (Panthera pardus) di Taman Nasional Ujung Kulon, Jawa Barat.

Beruang Madu
Wheatley (1996) juga telah mengamati adanya pengintaian dan penyerangan (mobbing) terhadap Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) oleh Beruang.

Ular
Ridley (1906) mencatat bahwa Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) di pohon bersemak kecil supaya tidak ditemukan oleh ular pada malam hari.

Khusus di Papua selain manusia dan anjing yang berburu mereka, tidak ada lagi predator besar yang akan menghabiskan Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) di Papua. Jenis asli yang berpeluang memangsa kera adalah yang termasuk jenis Boidae (Jenis-jenis ular Boa/Sanca/Piton), juga ada banyak ular-ular berbisa yang mungkin bisa meracuni Kera ekor panjang (Macaca fascicularis)

Penyakit

Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) adalah pembawa sejumlah jenis penyakit yang berpotensi dapat menular pada manusia (Brown, 1997; Baskin, 1999). Adapun jenis penyakit yang perlu diwaspadai adalah ancaman rabies dan B-virus (Herpesvirus simiae). Walaupun hingga saat ini Papua masih bersih dari Rabies hal ini dibuktikan oleh IPCA menangkap dan mengotopsi 4 ekor di Laboratorium dan Klinik Kesehatan Hewan di Jayapura; untuk pemerikasaan lebih lanjut mereka mengirim jaringan otak ke Laboratorium dan Klinik Kesehatan Hewan, Maros, Sulawesi Selatan. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa keempat sampel Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) tersebut bebas penyakit rabies.

Sedangkan virus–virus lain seperti virus-B, hepatitis, dll.,tidak bisa diperiksa dengan menggunakan sampel tersebut. Sampel darah juga diambil dari keempat ekor kera untuk memeriksa infeksi oleh virus dan antibodinya yang ditimbulkan oleh infeksi dimasa lalu. Tapi sayangnya tidak ada fasilitas-fasilitas di Indonesia yang bisa dipakai untuk memeriksa virus-virus zoonotik khusus yang bersifat patogen pada manusia seperti virus- B, hepatitis, dan virus patogen pada manusia lainnya yang biasa ditemui pada kera (c.f. Brown [1997), Baskin [1999], disebutkan juga dalam Matsubayashi et al. [1992]).


Pengontrolan Populasi

Ada beberapa Metode yang bisa dipakai untuk mengontrol Populasi Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) antara lain :

Vaksin Imuno Kontrasepsi Porcine Zona Pellcide (PZP).  PZP adalah vaksin yang memproduksi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya pembuahan pada mamalia.
Operasi pemandulan Kera jantan (vasektomisasi)
Menembak, menjebak, meracuni



Hasil Survei Penilaian Persebaran dan Populasi

Lebih dari 400 informan diwawancari oleh IPCA tahun 2003, banyak dari mereka yang sudah mengetahui Kera ekor panjang dan pernah melihatnya di sekitar Kotaraja (bagian selatan kota Jayapura). Para informan ini selalu mampu menggambarkan profil bentuk dan prilaku kera dengan akurat. Tanpa pengecualian, semua informan memberikan konfirmasi bahwa tidak ada populasi (kelompok) kera liar yang menyebar dan berkembangbiak diluar daerah Kotaraja.

Berdasarkan pada survei observasi langsung di lapangan dan wawancara masyarakat, IPCA menyimpulkan dengan tingkat probabilitas tinggi bahwa semua populasi produktif Kera ekor panjang (Macaca.fascicularis) berada terbatas di daerah Jayapura. Meskipun telah dilakukan wawancara masyarakat dan survei yang luas serta berulang-ulang di sekitar daerah Arso, perbatasan Papua New Guinea, Mulia dan Manokwari, IPCA tidak menemukan bukti adanya populasi kera yang telah menyebar keluar daerah Kotaraja. Oleh karena itu, kami juga menyimpulkan bahwa kera belum masuk ke PNG. Ini merupkan bukti bahwa Kera ekor panjang (Macaca.fascicularis) belum merupakan spesies invasif di Papua, meskipun mereka berpotesial untuk menjadi spesies yang invasif. (Neville J Kenp M.Sc dan John Burke Burnett, 2003)


Fakta saat ini

Adanya laporan masyarakat tentang adanya Satwa liar Kera ekor panjang (Macaca.fascicularis) di wilayah Argapura yang sering datang dan sangat meresahkan warga setempat. Untuk menghalau kehadiran satwa Kera ekor panjang tersebut masyarakat menggunakan petasan. Kehadiran Satwa liar Kera ekor panjang (Macaca.fascicularis) sudah tentu menciptakan konflik dengan manusia. Untuk menanggulangi konflik ini tentunya berpedoman pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.48/Menhut-II/2008 sebagaiman telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomo : P.53/Menhut-II/2014 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Antara Manusia dan Satwa